Home » Storyline of Presidential Archives Soekarno 1950-1960an Melalui Hubungan Diplomatik
Storyline of Presidential Archives Soekarno 1950-1960an Melalui Hubungan Diplomatik
- By Redaksi
- November 2, 2021
- 6:13 pm
- No Comments

Oleh: Ikhtiar Anugrah Hidayat
Peneliti dan Hubungan Masyarakat dari Global Empowerment Steps (GPS)
Aktualisasi dari politik luar negeri suatu negara di dalamnya terdapat kepentingan nasional sebagai bentuk akumulasi keragaman dan kepentingan masyarakat. Politik luar negeri menjadi instrumen yang dimiliki setiap negara dalam menjalin hubungan dengan aktor lain dalam politik dunia demi mencapai tujuan nasionalnya. Secara politis Indonesia berpedoman pada amanat konstitusi “…dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial…”, dalam pelaksanaannya Indonesia menjalin hubungan diplomatik dengan berbagai negara, baik negara maju maupun berkembang mulai dari kawasan Amerika dan Eropa, Asia Pasifik dan Afrika, Timur Tengah hingga negara bagian ASEAN sejak Indonesia merdeka.
Acuan dari politik luar negeri Indonesia ini menjadi salah satu perilaku atau tindakan Indonesia yang membawa dampak eksternal dalam mempengaruhi negara lain. Indonesia menganut paham “bebas-aktif” yang dicetuskan oleh Mohammad Hatta. Prinsip dasar “bebas-aktif” inilah yang memberi kandungan atau cerminan kepentingan nasional yang hendak diperjuangkan dan dipertahankan melalui mekanisme diplomasi (RI, D. L. N, 1995: 14). Konsep dasar yang berkaitan dengan politik luar negeri perlu dipahami untuk menganalisa politik luar negeri dalam memenuhi kepentingannya yang bersifat vital, sehingga dapat mencapai prioritas. Pasca proklamasi kemerdekaan, prioritas kebijakan dan pelaksanaan politik luar negeri Indonesia mengarah pada kebijakan dan memperoleh pengakuan internasional.
Rekam jejak Presiden Soekarno sebagai Presiden Pertama Republik Indonesia sudah semestinya dapat diketahui oleh khalayak umum khususnya pasca perjuangan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia guna penyebarluasan informasi melalui Presidential Archives (Arsip Kepresidenan). Hal ini diperlukan, mengingat beberapa negara telah menerapkan konsep ini seperti halnya Korea Selatan, Afrika Selatan dan Amerika Serikat. Merujuk dalam tulisan Briefing on the Presidential Records Act (PRA) yang ditulis pada 2 Februari 2017 membahas mengenai pengelolaan arsip kepresidenan White House. Dalam artikel ini akan membahas pada hubungan diplomatik Indonesia yang mengkaji langsung terkait bukti dari kunjungan dan hubungan internasional pada era Soekarno tahun 1950-1960an sebagai bentuk mempererat dan memperkuat pengakuan internasional pasca kemerdekaan.
Dalam artikel ini, arsip sebagai sumber utama menjadi bukti yang otentik. Artikel ini menjadi hal baru dalam ranah sains informasi dan hubungannya dengan diplomasi, terlebih spesifikasi yang disampaikan merujuk secara langsung dan validitas datanya diperoleh dari Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia melalui kantor KBRI dari beberapa kantor perwakilan yang ada di luar negeri. “Storyline of Presidential Archives Soekarno 1950-1960an melalui Hubungan Diplomatik” menjadi topik yang menarik guna membantu dalam akses layanan terkait nilai-nilai kebangsaan. Masa pemerintahan Presiden Soekarno sebagai Presiden Pertama menghasilkan berbagai arsip, salah satunya mengenai kunjungan dan hubungan diplomatik yang dilakukan pada masanya. Upaya pemerintah termasuk Kementerian Luar Negeri dalam meyelamatkan arsip kepresidenan ini terus dilakukan guna menceritakan segala pencapaian (hall of fame) termasuk kehidupan sosial budaya di lingkungan internasional.
Diplomasi sebagai bentuk hubungan diplomatik antara negara dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang dapat diartikan juga sebagai bagian dari negosiasi. Proses ini sebagai pelaksanakan kebijakan politik negara yang merupakan bagian dari suatu strategi politik dalam menghadapi hubungan antar negara untuk mencapai hasil yang maksimal sesuai dengan sasaran kepentingan nasional melalui perundingan yang sudah disepakati bersama. Bertolak pada kondisi tersebut, hubungan diplomatik sebagai hubungan yang dijalankan antara negara satu dengan negara lainnya untuk saling memenuhi kebutuhan tiap negara, dapat berjalan setelah mendapat pengakuan terlebih dahulu, terutama negara yang akan menerima perwakilan diplomatik (Suryokusumo, 2013: 8). Haji Agus Salim sebagai salah satu orang yang pernah menjabat sebagi Menteri Luar Negeri Republik Indonesia pernah menyampaikan bahwa “politik luar negeri adalah apa yang kita mau, sedangkan diplomasi adalah apa yang kita dapat”.
Pada masa pemerintahan Soekarno membentuk sifat kebijakan politik luar negeri dalam menjalani hubungan diplomatik didasarkan pada pola interaksi dan hubungan luar negeri. Kondisi ini menempatkkan Indonesia dalam posisi yang strategis dalam membentuk penandatanganan atau melakukan kunjungan luar negeri yang dilakukan oleh Presiden Soekarno secara langsung antara tahun 1950-1960an. Terkait hubungan tersebut antara lain dapat diketahui dalam bentuk tabel berikut:
Waktu | Negara | Kegiatan |
25 November 1947 | India | Memperluas hubungan di kawasan Asia |
28 September 1950 | PBB | Indonesia bergabung dengan PBB sebagai tonggak perjuangan dari hubungan luar negeri |
3 Maret 1951 | Pakistan | Perjanjian persahabatan |
15 Januari 1952 | Amerika Serikat | Perjanjian Mutual Security Act (MSA) |
30 November 1953 | China | Hubungan diplomatik dengan China sebagai bentuk Indonesia adalah negara yang netral |
3 Maret 1954 | Thailand | Hubungan persahabatan |
6 September 1955 | Polandia | Mengembangkan hubungan pasca KAA |
10 Oktober 1955 | Mesir | Persetujuan kebudayaan |
30 April 1956 | Irak | Perjanjian persahabatan |
29 Desember 1958 | Iran | Menjalin hubungan diplomatik dengan misi persahabatan dan perdamaian |
27 Januari 1959 | Bulgaria | Perjanjian perdagangan dengan tujuan untuk mengatasi permasalahan ekonomi |
13 Februari 1959 | Kamboja | Menjalin persahabatan |
28 April 1959 | Philipina | Menjalin kerjasama |
Hubungan diplomatik antara tahun 1950 hingga 1960an menunjukkan bahwa masa tersebut lebih menekankan pada menjalin kerjasama dengan dunia untuk mendukung status Indonesia sebagai negara yang merdeka sekaligus memperkuat sektor ekonomi, sosial dan budaya hingga pendidikan. Arsip sebagai produk kegiatan (product of activity) dari pelaksanaan kegiatan berfungsi sebagai memori kolektif bangsa (Daniels, M. F., & Walch, T., 1984: 60). Dalam arsip dari hubungan diplomatik ini tergambar perjalanan sejarah dari masa ke masa, termasuk berdirinya negara Indonesia. Kementerian Luar Negeri sebagai salah satu institusi yang merangkum segala perjalanan luar negeri Presiden Soekarno sejak 2017 hingga 2018 baru mendapatkan akuisisi arsip dari beberapa kantor Kedutaan Luar Negeri seperti Belgia, China, Italia, Argentina dan Amerika Serikat. Berikut beberapa perjalanan luar negeri dan hubungan diplomatik yang diuraikan dalam tabel berikut:
Waktu | Negara | Kegiatan |
15-17 Juni 1950 | Belgia | ![]() |
Presiden Soekarno bersama Pandit Jawaharlal Nehru mengunjungi Le Mayeur | ||
14 Oktober 1956 | China | Pemberitaan mengenai kedatangan Presiden Soekarno di Tiongkok |
10-15 Juni 1958 | Italia | Presiden Soekarno menyampaikan bahwa kunjungan ini dimaksudkan untuk melakukan perdamaian |
21 Mei 1959 | Argentina | Kunjungan Presiden Soekarno ke Istana Kepresidenan Republik Argentina |
30 September 1960
| Amerika Serikat | United Nation dilanjutkan debat umum |
Jenis arsip ini merupakan salah satu bagian khazanah arsip yang penting digunakan dalam penentuan keputusan kebijakan. Hal ini disebabkan karena arsip diciptakan ada waktu yang bersamaan dengan suatu peristiwa atau kejadian yang muncul. Proses penambahan khazanah arsip melalui penerimaan dari Kantor Berita perwakilan Negara Indonesia dilakukan penilaian terhadap kelengkapan dan keutuhan kondisi fisik arsip serta nilai informasi dari arsip tersebut. Arsip kepresidenan ini juga telah tercantum dalam bentuk kewajiban layanan akses informasi secara yuridis formal pada Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik No. 14 tahun 2008. Pokok dari perundangan tersebut berisikan ketersediaan informasi publik termasuk arsip didalamnya. Disamping permanent exhibition program arsip kepresidenan juga merupakan program penyelamatan arsip yang telah diciptakan, disusutkan hingga diakuisisi. Mengingat arsip kepresidenan ialah saksi bisu dari sepotong sejarah yang berharga. Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia menjadi wadah yang tepat dalam mengumpulkan memori kolektif bangsa sebagai aset negara yang menggambarkan identitas, nilai kebangsaan hingga jati diri suatu bangsa utamanya di era pasca Indonesia mendapatkan kemerdekaan.
Referensi
Daniels, M. F., & Walch, T. (1984). Modern archives reader. Washington, DC: National Archives and Records Service, US General Services Administration, 1984.
RI, D. L. N. (1995). Sejarah Diplomasi Republik Indonesia dari Masa ke Masa: Buku I Periode 1945-1950.
Suryokusumo, S. (2013). Hukum diplomatik dan konsuler. PT. Tatanusa.
Related Posts
© 2021 All rights reserved
Made by DutaNusa Team